Minggu, 25 Maret 2012

kecanduan cinta = cindolo na tape

Istilah kecanduan cinta mungkin bukan istilah yang umum terdengar. Istilah yang sudah umum beredar seperti
kecanduan minum, alkohol, narkoba, rokok, kerja, dan lain sebagainya. Meski pun “barang” nya cinta, bukan berarti
 aman-aman saja bagi pecandunya dan tidak membawa dampak apapun juga. Justru, dampak dari kecanduan cinta ini sama
 buruknya untuk kesehatan jiwa seseorang. Buktinya, sudah banyak kasus bunuh diri atau pembunuhan yang terjadi
 akibat kecanduan cinta meski korban maupun pelaku sama-sama tidak menyadarinya...Nah, artikel di bawah ini akan
 mengulas sekelumit hal-hal yang berkaitan dengan kecanduan cinta.

Kecanduan Psikologis
Di dalam masyarakat sudah banyak sekali kesalahan dalam mempersepsi atau mengartikan cinta sejati dengan cinta
 yang bersifat candu. Berbagai film, sinetron, atau pun lagu-lagu turut andil dalam menyarukan kondisi kecanduan
cinta dengan cinta sejati. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam pengertian yang keliru antara kecanduan cinta
 dengan cinta sejati. Contoh ekstrimnya, ada orang yang bunuh diri karena ditinggal pergi kekasih dan orang
 menilai bahwa cerita ini mencerminkan kisah cinta sejati.

Tanda-Tanda
Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan cinta menunjukkan tanda-tanda:
1. Adanya pikiran obsesif, misalnya terus-menerus curiga akan kesetiaan pasangan, terus- menerus takut ditinggalkan
 pasangan sehingga selalu ikut ke mana pun perginya sang kekasih/pasangan.
2. Selalu menuntut perhatian dari waktu ke waktu, tanpa ada toleransi dan pengertian
3. Manipulatif, berbuat sesuatu agar pasangan mengikuti kehendaknya/memenuhi kebutuhannya, misalnya :
mengancam akan memutuskan hubungan jika mementingkan hobi-nya
4. Selalu bergantung pada pasangan dalam segala hal, apapun juga, mulai dari minta pendapat, mengambil
keputusan sampai dengan memilih warna pakaian
5. Menuntut waktu, perhatian, pengabdian dan pelayanan total sang kekasih/pasangan. Jadi, pasangan tidak
 bisa menekuni hobi-nya, jalan-jalan dengan teman-teman kelompoknya, atau bahkan memberikan sebagian waktunya
untuk orang tua/keluarga.
6. Menggunakan sex sebagai alat untuk mengendalikan pasangan
7. Menganggap sex adalah cinta dan sarana untuk mengekspresikan cinta
8. Tidak bisa memutuskan hubungan, meski merasa amat tertekan karena “berharap” pada janji-janji surga pasangan
9. Kehilangan salah satu hal terpenting dalam hidup, misalnya pekerjaan atau /keluarga inti demi mempertahankan
hubungan

Jadi, tidak ada istilah “puas” dalam setiap hubungan yang terjalin antara orang yang kecanduan cinta dengan
pasangannya; ibaratnya seperti mengisi gelas bocor yang tidak pernah bisa penuh jika diisi, karena begitu airnya
dituang lantas langsung keluar lagi dan airnya tidak pernah luber. Demikian juga orang kecanduan cinta, mereka
tidak pernah mampu membagikan cinta secara tulus pada orang lain karena selalu merasa kehausan cinta. Oleh sebab
itu, banyak di antara mereka yang sering berganti pasangan karena merasa harapan mereka tidak dapat dipenuhi sang
 kekasih. Padahal, meski puluhan kali mereka berganti pasangan, individu yang kecanduan cinta akan sulit membangun
 hubungan yang stabil dan abadi. Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak sadar, bahwa sumber masalah justru ada
 pada diri sendiri – mereka lebih sering menyalahkan mantan-mantan kekasihnya/pasangannya.

Penyebab:
Sebenarnya, kecanduan cinta itu adalah kecanduan yang bersifat psikologis karena tidak terpenuhinya kebutuhan
psikologis (seperti kasih sayang, perhatian, kehangatan dan penerimaan seutuhnya) di masa kecil. Menurut Erik
Erikson - seorang pakar perkembangan psikososial, orang yang pada masa batita-nya tidak mengalami hubungan
kelekatan emosional yang stabil, positif dan hangat dengan lingkungannya (baca : orang tua dan keluarga), akan
sulit mempercayai orang lain – bahkan sulit mempercayai dirinya sendiri. Selain itu, trauma psikologis yang
pernah dialami seperti penyiksaan emosional dan fisik pada usia dini, atau menyaksikan sikap dan tindakan salah
 satu orang tua yang agresif dan kasar terhadap pasangan, dapat menghambat proses kematangan identitas kepribadian
 dan kestabilan emosinya. Pemandangan dan pengalaman tersebut kelak berpotensi mempengaruhi pola interaksinya
dengan orang lain.
Keterbatasan respon/perhatian dari lingkungan pada waktu itu, dipersepsi olehnya sebagai suatu bentuk penolakan;
 dan penolakan itu (menurut pemahaman seorang anak) disebabkan kekurangan dirinya. Nah, pada banyak orang, masalah
 ini rupanya tidak terselesaikan dan akibatnya, sepanjang hidup ia berjuang untuk mengendalikan lingkungan atau
orang-orang terdekat supaya selalu memperhatikannya. Orang demikian berusaha membuat dirinya diterima dan dimiliki
 oleh orang lain – meski harus “mengorbankan” diri. Orang ini begitu cemas dan takut jika kehilangan orang yang
selama ini memilikinya; karena perasaan “dimiliki” ini identik dengan harga dirinya – dan sebaliknya ia akan
kehilangan harga diri jika kehilangan pemilik.

Dampak:
Akibat kecanduan cinta bisa dirasakan secara langsung oleh yang bersangkutan, karena orang itu tidak dapat
menikmati hubungan yang terjalin karena pikiran dan perasaannya selalu diliputi ketakutan. Dan tidak jarang
ketakutan tersebut makin tidak rasional dan melahirkan tindakan yang tidak rasional pula, misalnya tidak
memperbolehkan pasangannya pergi kerja karena takut direbut orang.

Bagi Individu Bersangkutan:
Akibat jangka menengah dan jangka panjang adalah individu yang bersangkutan akan berada dalam kondisi emosi
yang labil dan menjadi terlalu sensitif. Individu tersebut mudah curiga pada teman, sahabat, kegiatan, pekerjaan,
 bahkan keluarga pasangannya. Selain itu ia menjadi mudah marah, cepat tersinggung dan bagi sebagian orang bahkan
ada yang bertindak agresif dan kasar demi mengendalikan keinginan dan kehidupan pasangannya. Pasangannya tidak
diijinkan untuk punya agenda tersendiri; pokoknya harus mengikuti keinginannya dan 100% memperhatikannya.
Individu tersebut juga mudah merasa lemah, lelah dan lemas. Pasalnya, seluruh energinya sudah dipergunakan
untuk mengantisipasi ketakutan yang tidak beralasan dan melakukan tindakan untuk menjaga pertahanannya.
Nah, kehidupan demikian membuat dirinya menjadi manusia tidak produktif. Sehari-hari yang dipikirkan dan
diusahkan hanyalah bagaimana supaya “miliknya terjaga”.

Bagi Pasangan:
Banyak orang yang tidak sadar kalau dirinya terlibat dalam pola hubungan yang addictive sampai akhirnya
ia merasa stress, tertekan namun tidak berani/takut/tidak berdaya untuk memutuskan hubungan yang sudah berjalan
 beberapa waktu. Bagi sebagian orang yang cukup sadar dan mempunyai kekuatan pribadi, ia akan berani mengambil
 sikap tegas dalam menentukan arahnya sendiri. Namun, banyak pula orang yang “memilih” untuk tetap dalam
lingkaran demand-supply tersebut karena ternyata dirinya sendiri juga mengalami masalah dan kebutuhan yang sama.
 Jika demikian halnya, maka hubungan yang ada bukannya mengembangkan dan mendewasakan kedua belah pihak,
namun malah semakin memperkuat ketergantungan cinta keduanya. Situasi ini lah yang sering dikaburkan dengan
hubungan yang romantis dan cinta buta.

Penanggulangan:
Menurut para ahli psikologi dan kesehatan mental, salah satu syarat utama untuk dapat menjalin hubungan yang
sehat dan sekaligus menjalani kehidupan yang produktif adalah mempunyai kesehatan mental yang sehat dan identitas
 diri yang solid. Kondisi positif demikian akan menumbuhkan rasa percaya diri yang kuat sehingga orang tersebut
 tidak membutuhkan dukungan dan pengakuan orang lain untuk memperkuat sense of self-nya. Jadi, untuk mengembalikan
 seseorang pada bentuk hubungan yang sehat, langkah awal yang diperlukan adalah memperkuat pribadinya terlebih
dahulu. Dengan meningkatkan sumber kekuatan psikologis secara internal, akan mengurangi ketergantungannya pada
kekuatan eksternal. Orang itu harus merasa aman dan percaya dengan dirinya sendiri untuk bisa merasa aman dalam
setiap jalinan hubungan dengan orang lain. Ada kalanya, orang-orang demikian membutuhkan bantuan para profesional
 untuk membimbing dan mengarahkan mereka membangun pribadi yang positif. (mariefhs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar