Selasa, 10 Januari 2012

hakikat mengajar

A. Tinjauan Historis
Kalau ditelusuri jalannya sejarah pendidikan ternyata bahwa sejak dahulu kala dsikalangan ahli-ahli filsafat Yunani kuno telah terdengar suara-suara yang menyoroti sistem pendidikan yunani kuno pada masa itu,terutama ditujuka pada penggunaan disiplin yang sangat keras di sekolah-sekolah yang terlalu ketat dan kaku.
Kalau ditelusuri dalam sejarah tampak bahwa prinsip-prinsip yang bisa dibanggakan itu sering dikemukakan oleh tokoh-tokoh pendidik jauh sebelumnya.lima abad sebelum Masehi, Socrates (470-399 S.M)mengemukakan konsep pendekatan penyelidikan(inquiry approach)dan pendekatan penemuan(discovery approach)inilah yang menjadi teknik pendidikan yang mendorong siswa untuk berfikir cermat dan memperbaiki pengetahuannya.
Plato (427-347), seorang murid dari Socrates,dalam bukunya Republica yang menyatakan bahwa “hindarkanlah paksaan dalam pendidikan dan antarlah pelajaran anak-anak ke dalam bentuk permainan.tujuan pendidika menurut plato adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan alamiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia menjadi warga negara yang baik di dalam masyarakat yang harmonis untuk melaksanakan tugasnya secara efisisien.
Francois Rabelais (1483-1553) mengecam kurikulum yang tidak relevan ketika itu da mengajurkan kebebasan pribadi bagi setiap siswa.Michaeled de Montaigne(1533-1592) mengecam kekerasan dan metode yang suka menonjolkan sifat keilmuan (pedantic method)pendidikan prancis.ia menganjurkan pengajaran individual,belajar dengan praktek dan bermain
Johan Amos Comenius(1592-1670), seorang ahli pendidikan Cekoslavia,pada aawal abad ke-17 telah mengemukakan buah pikirannya yang sangat berharga dalam pengembangan dunia pendidikan modern.ia menulis buku yang berjudul Didaktik Magna yang artinya Didatik besar.dalm bukunya tersebut ia mengemukakan berbagai metode mengajar atau azaz-azaz didaktik.ia menekankan betapa pentingnya pengalaman praktis dan intergrasi mata pelajaran. Ia juga mendesak agar pengajaran disesuaikan dengan dengan anak, bukan sebaliknya,anak yang menyesuaikan diri dengan pengajaran. Comenius juga menganjurkan agar dicri penyajian pelajaran di dalamnya guru mengajar lebih sedikit dan siswa lebih banyak belajar.
John Locke(1632-1704) seorang ahli pendidikan dan filsafat inggris yang menganut teori empirisme,memandang anak sebagai btabularasa (kertas putih), menekankan betapa perlunya pengalaman pengindraan (sensualim).untuk itu anak-anak harus dibawa keluar gedung sekolah terjun langsung ke dalam lingkungan hidup sehari-hari untuk belajar.
Jean Jacques Rousseau(1712-1778) seorang tokoh terkemuka dari pendekatan child centered yang mengemukakan pandangannya pada abad ke-18 dalam novelnya Emile, suatu esai mengenai pendidikan anak laki-laki. Ia menganjurkan agar anak di biarkan berkrmbang secara alamiah, bebas dari penekanan . masa kanak-kanak bukanlah semata-mata sebagai langka menuju pada kedewasaan tetapi juga sebagai suatu langkah yang penting bagi kehidupan.
Johan Heinrich pestalozzi(1746-1827) seorang ahli pendidikan dari swiss yang menyumbangkan buah pikirannya yang menjadi dasar teori-teori pendidikan modern sekitar abad ke-18 dan awal abad ke-19. Ia menekankankan bahwa pengalaman sensoris anak merupakan dasar pengetahuan dan menyarankan agar anak-anak bereksperimen dengan obyek-objek nyata sebelum mereka dapat membentu ide-ide abstrak.pestalozzi percaya bahwa kemampuan anak-anak untuk belajar dari pengalaman sendiri, yang dinyatakan denganlife educates.
Johan frederich herbart(1776-1841)&Frederich Froebel(1782-1852) dua tokoh berkebangsaan jerman.berdasarkan teori tanggapan yang telah dikembangkannya, herbart menyusun sistem pengajaran yang berdasarkan tanggapan –tnggapan yang telah diperoleh dari pengalaman.oleh sebab itu, perlu ditimbulkan minat terlebih dahulu.herbart telah menyusun langkah-langah pemberian pelajaran yang disebut “tangga formal”atas bantuan muridnya yang bernama Tuizkon Ziller dengan susunan sebagai berikut:
1. Analisis:dari tanggapan murid-murid di timbulkan apresiasi yang ditunjukan kepada sesuatu yang baru
2. Sintesis:sesuatu itu diragakian dan diceritakan ,lalu diperdalam pengertian tentang hal itu
3. Asosiasi :yang baru dihubungkan denganyang lama,kemudian ditetapkan hal-hal yang umum serta pengertian-pengertiannya
4. Sistem:pengertian-pengerian yang beraturan disatukan menjadi pengetahuan
5. Metode:diberikan latihan tentang hal-hal yang baru agar dipergunakan oleh murid-murid
Froebl (1782-1852) ia percaya bahwa pendidikan harus diberikan sedini mungkin .oleh sebab itu ,bagi froebel tidak ada perbedaan antara bekerja dengan bermain.froebel memandang permainan sebagai suatu saluran untuk memperkenalkan dunia kepada anak-anak.
Leo Tolstoy(1828-1910)dalam konsep pendidikannya ia mendesak agar dipertimbangkan kebutuhan dan minat anak-anak dalam berlatih bertanggung jawab
Jhon Dewey(1859-1952)ia menyatakan bahwa “saya akan mempunyai anak yang mengatakan ‘saya tahu’saya telah mengalami.jhon dewey menganut sistem belajar yaitu belajar sambil mengerjakan(learning by doing),karena kebenaran terdapat dalam perbuatan(truth is in the making)
Maria Montesorri(1896-1952) berperinsip bahwa anak-anak harus bebas memilih kegiatan-kegiatan dari sejumlah tugas-tugas khusus.ada tiga prinsip yang dikemukakan oleh Montesorri yaitu:
1. Pekerjaan sekolah harus disesuaikan dengan individu anak
2. Setiap anak harus mengembangkan diri sendiri dengan bebas
3. Alat indera anak harus dikembangkan
Carl Rogers seorang ahli psikologi yang banyaak menyumbangkan pikirannya dan aktif terhadap pengembangan sistem pendidikan moderndia menyatakan bahwa kualitas hubungan antara guru dan anak beserta lingkungan merupakan ramuan yang menentukan dalam pendidikan.
B. Pengertian Mengajar
Mengajar adalah suatu hal yang sifatnya dinamis dan sangat erat hubungannya dengan manusia yang selalu berubah –ubah sehingga penyelesaiannya yang sempurna tidak akan tercapai.adapun defenisi mengajar menurut para ahli diantaranya:
William c. Morse & G.Max Wingo(1962)mengemukakan tiga defenisi mengajar yaitu:
a. Defenisi tradisional mengajar yaitu proses memberikan kepada pelajar pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menguasai mata-mata pelajaran yang telah ditentukan.
b. Defenisi ka mus mengajar berarti “menunjukan bagaimana mengerjakan;menjadikan mengerti;memberi instruksi
c. Defenisi mutakhir mengajar adalah sistem kegiatan untuk membimbing atau merangsang belajar anak mengerti dan membimbing anak sebagai individu dan sebagai kelompok dengan maksud terpenuhinya kelengkapan pengalaman belajar yang memungkingkan setiap anak dapat berkembang terus secara teratur mencapai kedewasaanya
Manshuri (1970) mendefenisikan mengajar adalah pemberian stimulus atau merangsang untuk belajar
Hartwig (1976) mengartikan mengajar sebagai prosedir mewariskan pengalaman dengan tujuan menyebabkan saat proses belajar-mengajar berlangsung.
David M. Johnson & Rogers T. Johnson(1975)mengartikan mengajar sebagai proses pengaturan situasi belajar sedemikian rupa sehingga belajar siswa itu lancar.

Daftar pustaka
Dembo, Myron D.Teaching for Learning, Good year publishing Co.,inc,Santa Monica,California,1977.
Gordon, Thomas.guru yang efektive, alih bahasa Mudjito,Rajawali,Jakarta,1986
Mansuri. Basic memorandum tentang pendidikan, departemen P dan K, Jakarta, 1970
Morse,William c, & Wingo, G. Max,Phsicology and Teaching, scott,Foresman &Co, Chicago, 1962
Mouly, george J, psicology for effective teaching, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1967
Perrot, Elizabeth. effective teaching ,longman, london & new york, 1948
Rogers, Carl .freedom to learn, Ohio,1968.
Yamamoto,Kaoru,Teaching-Essays &Reading, Houghton Mifflin Company , Boston,1969.
Yoakam ,Gerald A. &Simpson,Robert G . Moderen Methods and Techniques of Teaching,the Macmillan co, New York,1952.
Tugas individu
Nama :Adimuliadi
Nim :104 404 067
Kelas : Psikologi Pendidikan dan Bimbingan / B
SATUAN LAYANAN (SATLAN)
BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Topik Permasalahan : Bagaimana menerapkan nilai-nilai keimanan dan social dalam kehidupan pribadi, social, dan teman sebaya baik dalam kehidupan keluarga maupun kehidupan masyarakat.
B. Tugas Perkembangan : Mencapai kematangan dalam hubungan teman sebaya dalam kaitannya dengan nilai-nilai keimanan.
C. Bidang Bimbingan : Bimbingan sosial
D. Jenis Layanan : Orientasi
E. Fungsi Layanan : Pemahaman
F. Tujuan Layanan/Hasil yang ingin dicapai : Agar siswa dapat memahami bagaimana sebenarnya nilai-nilai keimanan dan social dalam kehidupan pribadi dan teman sebaya baik itu dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat sehingga terjalin hubungan sosial yang baik
G. Sasaran Layanan : SMA kelas XI
H. Metode :
I. Sumber : http://rinaagassi.blogspot.com/2011/11/contoh-satlan.html
J. Uraian Kegiatan/Materi Layanan
A. Tahap pembentukan .
 penyampaian, pengertian dan tujuan diadakannya kegiatan ini
 Mengadakan kontrak tentang kesepakatan waktu
 Memberikan kesempatan keikutsertaan secara sukarela kepada 4 siswa yang bersedia untuk ikut serta dalam kegiatan ini
 Melakukan permainan untuk penghangatan suasana
B. Tahap peralihan
 menanyakan kembali kesiapan peserta sebelum memasuki tahap kegiatan
 Memberikan kesempatan untuk bertanya tentang pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok.
C. Tahap kegiatan
 Guru pembimbing menyampaikan apersepsinya mengenai nilai-nilai keimanan dan social dalam kehidupan pribadi dan teman sebaya baik itu dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat yang baik .
 Guru pembimbing bersama siswa melakukan permainan “Bermain Peran”, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
• Tunjuk beberapa orang siswa untuk maju ke depan.
• Setiap siswa diberikan peran masing-masing, ada yang berperan sebagai guru, satu orang sebagai orang tua yang baik, satu orang bertindak sebagai seorang tamu , dan satunya lagi sebagai siswa yang nakal, dan kurang ajar.
• Siswa memainkan perannya masing-masing secara bergantian dan diikuti oleh respon oleh pemain peran yang lainnya (sesuai dengan apa yang diarahkan oleh guru)
 Guru pembimbing mengarahkan siswa menilai setiap peran dan hubungan social yang terjadi dari teknik “bermain peran” yang dilakukan siswa dengan masing-masing karakter yang diperankan tersebut.
D. Penutup (menarik kesimpulan mana perilaku yang menghasilkan hubungan social yang baik dan demikian pula sebaliknya yaitu yang tidak termasuk dalam hubungan sosial).
K. Strategi Pelayanan : Menggunakan Permainan “Bermain Peran”
L. Tempat penyelenggaraan : Ruang Kelas
M. Waktu, Tanggal, Semester : 2 x 45 menit, 30 November 2011, semester 3
N. Penyelenggara Layanan : Guru pembimbing
O. Pihak-Pihak yang Disertakan : Siswa
P. Alat Perlengkapan yang Digunakan : -
Q. Rencana Penilaian dan Tindak Lanjut Layanan
1. Penilaian laiseg berupa respon siswa terhadap karakter yang dimainkan oleh ketiga siswa tersebut dan laijapan
2. Tindak lanjut : tindak lanjut dilakukan dengan pengamatan kepada siswa, melakukan konseling individual bila ada siswa yang bermasalah dalam hubungan sosialnya
R. Keterkaitan Layanan dengan Kegiatan Pendukung :
Layanan Informasi
S. Catatan Khusus : -



Makassar, 30 November 2011
Mengetahui Guru Pembimbing


NIP. NIP.









MATERI LAYANAN

A. Pengertian Nilai-Nilai Ajaran Agama
Nilai-nilai agama adalah segala sesuatu yang menjadi ukuran baik seseorang dipandang dari segi agama. Dipandang dari segi agama Islam, nilai-nilai agama berarti tunduk, patuh, menyerahkan diri dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Nilai-nilai ajaran tersebut antara lain :
1. Mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, yakni berupa pengabdian atau ibadah, tidak berhajat pada bentuk apapun selain tuhannya, menjalankan perintah dan menjauhi larangannya.
2. Mengatur hubungan manusia dengan manusia, berupa ajaran-ajaran social kemasyarakatan menyangkut hubungan manusia dengan keluarga, teman dan masyarakat, tolong menolong dan rasa social yang tinggi terhadap teman atau sesame manusia yang mengalami kesusahan
3. Mengatur hubungan manusia dengan makhluk lain atau lingkungannya, berupa perlakuan yang baik, menjaga dan memelihara benda-benda yang ada di sekitarnya, atau ciptaan tuhan berupa alam semesta, perlu di jaga dan dilestarikan
B. Penerapan Nilai-Nilai Ajaran Agama dalam Kehidupan Sehari-Hari,
Pendidikan agama merupakan dasar pembentukan pribadi anak. Oleh karena itu pembelaran nilai-nilai agama harus diterapkan sendiri mungkin bahkan saat anak masih dalam kandungan sang ibu.
1. Anak mengembangkann kepercayaan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Sikap sopan santun dalam bergaul baik pada orang lebih mudah maupun teman sebaya dan yang lebih tua, serta berkepribadian
3. Memiliki rasa cinta terhadap sesame sehingga suka menolong
4. Menumbuhkan jiwa demokrasi, tidak mementingkan diri sendiri
5. Memiliki rasa, keadilan, kejujuran, kebenaran dan suka menolong orang lain.

C. Bagaimana Tata Krama yang Baik di Sekolah
Tata krama adalah semua ketentuan yang mengatur kehidupan siswa sebagai rambu-rambu bagi siswa dalam bersikap dan bertingkah laku, berucap, bertindak dan melaksankan kegiatan sehari-hari di sekolah dalam rangka menciptakan iklim dan kultur sekolah yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang efektif. Tata krama lebih subjektif kepada masing-masing individu bukan yang beralaku umum bagi semua siswa.Tata krama yang baik bagi seorang siswa di sekolah adalah sebagai berikut :
1. Mengucapkan salam (selamat pagi/siang) kepada guru setiap bertemu baik di awal pertemuan di kelas maupun diluar kelas
2. Mengucapkan salam terhadap teman, kepala sekolah, guru, pegawai sekolah dan tamu.
3. Menghormati sesama siswa, menghargai perbedaan agama yang dianut dan latar belakang sosial budaya yang dimiliki oleh masing-masing teman baik di sekolah maupun diluar sekolah.
4. Menghormati ide, pikiran dan pendapat, hak cipta oran lain, dan hak milik teman dan warga sekolah,
5. Berani menyampaikan sesuatu yang salah adalah salah dan menyatakan sesuatu yang benar adalah benar.
6. Menyampaikan pendapat secara sopan tanpa menyingggung perasaan orang lain.
7. Berani mengakui kesalahan yang terlanjur telah dilakukan dan meminta maaf apabila merasa melanggar hak orang lain atau berbuat salah kepada orang lain.
8. Menggunakan bahasa (kata) yang sopan dan beradab yang membedakan hubungan dengan orang lebih tua atau berbicara dengan guru dan berbicara dengan teman sebayanya.