Senin, 19 November 2012

prosedur bimbingan kelompok menurut teori psikoanalisis


Bimbingan kelompok merupakan kegiatan pemberian informasi kepada sekelompok siswa yang bercirikan proses antarpribadi yang dinamis, berfokus pada kesadaran pikiran dan tingkahlaku yang melibatkan fungsi-fungsi terapi, menyediakan bantuan konseling secara serentak pada 4 atau lebih  konseli yang secara normal mengelola masalah-masalah penyesuaian dan keprihatinan perkembangan, pemecahan bersama berbagai bidang masalah sosiopsikologis individu dalam kelompok yang bertujuan untuk membantu mereka dalam menyusun sebuah rencana dan keputusan yang tepat terhadap sebuah masalah yang dihadapi oleh siswa itu sendiri.
Dalam hal ini saya akan menjelaskan tentang bagaimana pandangan teori psikoanalisis dalam kaitannya dengan bimbingan kelompok

Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan salah satu teori yang merupakan asal muasal terbentuknya teori-teori lain. Teori ini diciptakan oleh Sigmund freud yang dikenal sebagai “bapak psikologi” selain itu beliau juga adalah seorang ahli neurologi yang berhasil menemukan cara-cara pengobatan yang efektif bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan gejala neurotik dan histeria melalui teknik pengobatan eksperimental yang disebut abreaction, sebuah kombinasi antara teknik hipnotis dengan katarsis,

A.    Paradigma Konseling 
suatu sistem pembagian konseling ke dalam empat rumpun besar berdasarkan rumpun teori yang dijadikan landasan kerja, yaitu
a.       paradigma organik-medikal
Paradigma organik-medikal adalah berlandaskan pada keyakinan bahwa hakekat realitas (ontologi) manusia adalah kebendaan fisik, dan fokus studi untuk mengetahui (epistemologi) perilaku manusia pada faktor-faktor biologis, kimiawi dan berbagai hal fisik lain yang berpengaruh pada tingkahlaku. Paradigma ini menggunakan model psikopatologi dan kesakitan mental dengan ciri menerapkan: pertama, asumsi adanya penyebab organismik; kedua, asumsi khusus organik mengenai metode diagnostik, dan ketiga metode khas medik dalam tritmen; dasar keahlian konselor adalah psikiatris dengan teori dasar “Psychiatric Case Management”; paradigma ini yang juga dikleim sebagai tokoh besar paradigma psikologis, paradigma organik-medik berassosiasi dengan dua tokoh sebelum Freud yaitu Emil Kraepelin
b.      paradigma psikologis
Paradigma psikologis berlandas-kerja teori-teori psikologi, di dalamnya terkandung sejumlah orientasi konseling dan psikoterapi (orientasi pemikiran, perasaan, dan tindakan), meyakini hakekat realitas (ontologi) manusia adalah benda fisik dan terutama nonfisik dengan fokus studi (epistemologi) terutama pada hal-hal nonfisik internal dan eksternal yang mempengaruhi tingkahlaku; sebuah kategori berdasarkan pada karya Cottone
c.       paradigma sistemik relasional
sistemik-relasional menunjuk pada paradigma ketiga konseling dan psikoterapi menurut Cottone, didasari oleh filosofi sistem dunia, atau teori sistem umum, oleh Ludwig von Bertalanffy (konsepsi organismik), dan teori sosiologi makro misalnya teori sistem dalam Talcott Parsons (struktur aksi sosial); meyakini hakekat realitas (ontologi) manusia adalah jaringan interaksi, dan fokus studi memahami manusia (epistemologi) terutama pada hubungan sebagai hal yang esensial bagi tingkahlaku; penganutnya terutama adalah terapis perkawinan dan keluarga, dengan contoh teori Structural Family Therapy, dan Strategic Family Therapy; juga berassosiasi dengan L. Hoffman, H. R. Maturana, G. Bateson dan Paul Watzlawick.
d.      paradigma konsensus-kontekstual
Paradigma konsensus-kontekstual merupakan paradigma keempat menurut Cottone, cukup baru dalam konseling dan psikoterapi yang dilatarbelakangi oleh filosofi kontekstualisme dan dimajukan oleh pergerakan feminisme kritik, meyakini hakekat realitas (ontologi) manusia adalah perubahan dan proses serta fokus studi (epistemologi) adalah proses konsensus manusia selaku proses yang menstruktur-menerus (enstructuring process); teori pendukungnya adalah sosiologi mikro dan feminisme kritik di samping psikologi sosial, diterapkan terutama dalam konseling dan terapi keluarga. Para penganut dan pelaksananya adalah konselor profesional; Contoh teori adalah ‘Cognitive – Consensual Therapy’; berlandaskan pada pemikiran filosof S. C. Pepper, juga berassosiasi dengan upaya J. Colapinto.
B.     Struktur konseling kelompok dalam pandangan psikoanalisis
Struktur kelompok dalam konseling kelompok adalah suatu konsep yang multidimensional dan secara potensial berguna membangkitkan proses  Kelompok enkonter dalam konseling, menunjuk pada aktivitas ‘temu-rasa’ yang terkelola secara kelompok secara khusus menunjuk pada salah satu tahap penting dalam ‘kelompok temu-rasa’, dalam mana semua anggota secara ‘cair’ menceriterakan diri secara bebas, terbuka, lepas dari rasa terancam dan rasa curiga di antara teman kelompok, kelompok enkonter senantiasa berlangsung dalam hubungan antarpribadi banyak orang bukan secara sendiri-sendiri atau berdua-duaan. Kelompok pembuatan keputusan, pada awal-awal perkembangan konseling, menunjuk pada suatu proses mencapai keputusan bersama-sama yang melibatkan dorongan konsensus dan konformitas selaku tambahan dalam proses pengambilan keputusan bersama. Intinya adalah adanya sebuah penekanan dalam hal pengambilan keputusan sebelum individu secara nyata menghadapi masalah aneka aspek kehidupan di kemudian hari.
 ‘Struktur kelompok’ bukanlah konstruk yang unidimensional yang membentang dari struktur ambigu ke struktur tegas melainkan termasuk struktur implisit yang tentu adanya meskipun itu seolah-olah tidak terstruktur. Di dalamnya, pemimpin perlu ambil bagian dalam struktur kelompok, terutama pada tahap awal kelompok, yaitu pemakaian teknik direktif guna menegaskan tujuan, mengorientasikan kelompok menuju ekspektasi, dan mengomunikasikan aturan dan prosedur dasar.
C.    Kerja kelompok
Kerja kelompok adalah strategi pelaksanaan suatu program yang  menekankan pada penyelesaian program yang dibawakan oleh kelompok, dalam mana berlangsung konsultasi dengan pimpinan yang mengarahkan kelompok ke suatu tujuan yang diterima masyarakat aktivitas kreatif dikerahkan untuk menyediakan saluran pantas bagi ekspresi-diri dan peredaan stres emosional anggota. Taraf kesuksesan dan kepuasan anggota adalah sangat bergantung pada kerjasama dan koordinasi yang diciptakan anggota di bawah arahan pimpinan kelompok. Belakangan digunakan pula oleh konselor berbagai pendekatan sebagai tindak-lanjut suatu program penyembuhan kelompok.
Kelompok berorientasi kerja dalam konseling kelompok menunjuk pada satu jenis kelompok yang mengurusi satu masalah spesifik untuk dipecahkan atau satu tugas khusus yang akan dikerjakan. Pemikiran kelompok menunjuk pada pemikiran kelompok, kecenderungan yang ada pada kelompok untuk mengambil keputusan kompromi karena konformitas dan pendalaman pemikiran kritis dalam kelompok atau dengan acuan lain suatu kesepakatan yang dicapai melalui kekuatan persuasif internal kelompok. Pemikiran kelompok demikian merupakan suatu cara berpikir yang tidak dikehendaki dalam konseling kelompok dalam mana individu semestinya bertumbuh dan berfikir menurut kekhasan pribadi masing-masing.
D.    Tolak ukur seorang Konselor
Konselor merupakan orang yang memberikan bantuan terhadap klien atau konseli yang memiliki sebuah masalah. Untuk dikatakan sebagai konselor profesional di bidangnya makanya konselor harus memiliki sejumlah kompetensi dan karakteristik pribadi khusus yang diperoleh melalui pendidikan profesional; dengan kompetensi khususnya membantu orang (disebut konseli atau klien) dalam mencapai perkembangan optimal; termasuk kompetensi melakukan interviu dan diagnosis, dan implementasi strategi pengubahan. Dasar-dasar kompetensi itu diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan khusus dan berkembang dalam pengalaman praktik
 Masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli, dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan.
Ekspektasi kinerja konselor mencakup 3 hal diantaranya adalah sebagai berikut
a.       setting layanan
Setting layanan yang diampu oleh Konselor sebagai Pendidik yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan, adalah setting pendidikan khususnya pada jalur pendidikan formal, yang juga mewadahi layanan Guru sebagai Pendidik, namun yang menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan.
b.      wilayah layanan
Pelayanan konselor yang memandrikan khususnya dalam jalur pendidikan formal yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan inilah yang dijadikan fokus. Pembedaan wilayah layanan di antara guru dan konselor dalam jalur pendidikan formal ini, tidak merupakan pemisahan, sebab demi pencapaian misi sekolah dengan sebaik-baiknya, disyaratkan adanya keterhubungan di antara pemangku layanan dalam ketiga wilayah layanan. Di Indonesia, kelompok Konselor dan Pendidik Konselor telah menghimpun diri dalam suatu asosiasi profesi yang mula-mula dinamakan Ikatan Petugas Bimbingan dan Konseling, dan kemudian berubah nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling (ABKIN). Ada tiga wilayah layanan konselor, yaitu layanan (a) administrasi dan manajemen, (b) kurikulum dan pembelajaran, dan (c) bimbingan dan konseling. Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum. Pelayanan dimaksud adalah pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor adalah pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling, terutama dalam jalur pendidikan formal dan nonformal
c.       Konteks tugas
Konteks tugas konselor yang profesional mencakup “wilayah layanan yang bertujuan memandirikan individu yang normal dan sehat dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karier untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum (the common good) melalui pendidikan” Konselor memang diharapkan untuk berperan serta dalam bingkai layanan yang komplementer dengan layanan guru, baik melalui penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling yang memandirikan yang dilakukan dalam wilayah layanannya, maupun secara bahu-membahu dengan guru dalam pengelolaan kegiatan ekstra kurikuler dalam setting pendidikan.





DAFTAR RUJUKAN
Hana Panggabean, 2007, http://rumahbelajarpsikologi.com