Bimbingan kelompok merupakan kegiatan pemberian informasi kepada sekelompok siswa yang bercirikan proses antarpribadi yang dinamis, berfokus pada kesadaran pikiran dan tingkahlaku yang melibatkan fungsi-fungsi terapi, menyediakan bantuan konseling secara serentak pada 4 atau lebih konseli yang secara normal mengelola masalah-masalah penyesuaian dan keprihatinan perkembangan, pemecahan bersama berbagai bidang masalah sosiopsikologis individu dalam kelompok yang bertujuan untuk membantu mereka dalam menyusun sebuah rencana dan keputusan yang tepat terhadap sebuah masalah yang dihadapi oleh siswa itu sendiri.
Dalam hal ini saya akan menjelaskan
tentang bagaimana pandangan teori psikoanalisis dalam kaitannya dengan
bimbingan kelompok
Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan salah satu
teori yang merupakan asal muasal terbentuknya teori-teori lain. Teori ini
diciptakan oleh Sigmund freud yang dikenal sebagai “bapak psikologi” selain itu
beliau juga adalah seorang ahli neurologi yang berhasil menemukan cara-cara
pengobatan yang efektif bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan gejala
neurotik dan histeria melalui teknik pengobatan eksperimental yang disebut abreaction,
sebuah kombinasi antara teknik hipnotis dengan katarsis,
A. Paradigma Konseling
suatu sistem pembagian konseling ke dalam empat rumpun
besar berdasarkan rumpun teori yang dijadikan landasan kerja, yaitu
a.
paradigma organik-medikal
Paradigma
organik-medikal adalah berlandaskan pada keyakinan bahwa hakekat realitas
(ontologi) manusia adalah kebendaan fisik, dan fokus studi untuk mengetahui
(epistemologi) perilaku manusia pada faktor-faktor biologis, kimiawi dan
berbagai hal fisik lain yang berpengaruh pada tingkahlaku. Paradigma ini
menggunakan model psikopatologi dan kesakitan mental dengan ciri menerapkan:
pertama, asumsi adanya penyebab organismik; kedua, asumsi khusus organik
mengenai metode diagnostik, dan ketiga metode khas medik dalam tritmen; dasar
keahlian konselor adalah psikiatris dengan teori dasar “Psychiatric Case Management”; paradigma ini yang juga
dikleim sebagai tokoh besar paradigma psikologis, paradigma organik-medik
berassosiasi dengan dua tokoh sebelum Freud yaitu Emil Kraepelin
b.
paradigma psikologis
Paradigma
psikologis berlandas-kerja teori-teori psikologi, di dalamnya terkandung
sejumlah orientasi konseling dan psikoterapi (orientasi pemikiran, perasaan,
dan tindakan), meyakini hakekat realitas (ontologi) manusia adalah benda fisik
dan terutama nonfisik dengan fokus studi (epistemologi) terutama pada hal-hal
nonfisik internal dan eksternal yang mempengaruhi tingkahlaku; sebuah kategori
berdasarkan pada karya Cottone
c.
paradigma sistemik relasional
sistemik-relasional
menunjuk pada paradigma ketiga konseling dan psikoterapi menurut Cottone,
didasari oleh filosofi sistem dunia, atau teori sistem umum, oleh Ludwig von
Bertalanffy (konsepsi organismik), dan teori sosiologi makro misalnya teori
sistem dalam Talcott Parsons (struktur aksi sosial); meyakini hakekat realitas
(ontologi) manusia adalah jaringan interaksi, dan fokus studi memahami manusia
(epistemologi) terutama pada hubungan sebagai hal yang esensial bagi
tingkahlaku; penganutnya terutama adalah terapis perkawinan dan keluarga,
dengan contoh teori Structural Family
Therapy, dan Strategic Family Therapy;
juga berassosiasi dengan L. Hoffman, H. R. Maturana, G. Bateson dan Paul
Watzlawick.
d.
paradigma konsensus-kontekstual
Paradigma
konsensus-kontekstual merupakan paradigma keempat menurut Cottone, cukup baru
dalam konseling dan psikoterapi yang dilatarbelakangi oleh filosofi
kontekstualisme dan dimajukan oleh pergerakan feminisme kritik, meyakini
hakekat realitas (ontologi) manusia adalah perubahan dan proses serta fokus
studi (epistemologi) adalah proses konsensus manusia selaku proses yang
menstruktur-menerus (enstructuring process);
teori pendukungnya adalah sosiologi mikro dan feminisme kritik di samping
psikologi sosial, diterapkan terutama dalam konseling dan terapi keluarga. Para
penganut dan pelaksananya adalah konselor profesional; Contoh teori
adalah ‘Cognitive – Consensual Therapy’; berlandaskan pada
pemikiran filosof S. C. Pepper, juga berassosiasi dengan upaya J. Colapinto.
B.
Struktur konseling kelompok dalam
pandangan psikoanalisis
Struktur kelompok dalam konseling kelompok adalah
suatu konsep yang multidimensional dan secara potensial berguna membangkitkan
proses Kelompok enkonter
dalam konseling, menunjuk pada aktivitas ‘temu-rasa’ yang terkelola secara kelompok
secara khusus menunjuk pada salah satu tahap penting dalam ‘kelompok
temu-rasa’, dalam mana semua anggota secara ‘cair’ menceriterakan diri secara
bebas, terbuka, lepas dari rasa terancam dan rasa curiga di antara teman
kelompok, kelompok enkonter senantiasa berlangsung dalam hubungan antarpribadi
banyak orang bukan secara sendiri-sendiri atau berdua-duaan. Kelompok pembuatan
keputusan, pada awal-awal perkembangan konseling, menunjuk pada suatu proses
mencapai keputusan bersama-sama yang melibatkan dorongan konsensus dan
konformitas selaku tambahan dalam proses pengambilan keputusan bersama. Intinya
adalah adanya sebuah penekanan dalam hal pengambilan keputusan sebelum individu
secara nyata menghadapi masalah aneka aspek kehidupan di kemudian hari.
‘Struktur
kelompok’ bukanlah konstruk yang unidimensional yang membentang dari struktur
ambigu ke struktur tegas melainkan termasuk struktur implisit yang tentu adanya
meskipun itu seolah-olah tidak terstruktur. Di dalamnya, pemimpin perlu ambil
bagian dalam struktur kelompok, terutama pada tahap awal kelompok, yaitu
pemakaian teknik direktif guna menegaskan tujuan, mengorientasikan kelompok
menuju ekspektasi, dan mengomunikasikan aturan dan prosedur dasar.
C.
Kerja
kelompok
Kerja kelompok adalah strategi pelaksanaan suatu
program yang menekankan pada
penyelesaian program yang dibawakan oleh kelompok, dalam mana berlangsung
konsultasi dengan pimpinan yang mengarahkan kelompok ke suatu tujuan yang
diterima masyarakat aktivitas kreatif dikerahkan untuk menyediakan saluran
pantas bagi ekspresi-diri dan peredaan stres emosional anggota. Taraf
kesuksesan dan kepuasan anggota adalah sangat bergantung pada kerjasama dan
koordinasi yang diciptakan anggota di bawah arahan pimpinan kelompok.
Belakangan digunakan pula oleh konselor berbagai pendekatan sebagai
tindak-lanjut suatu program penyembuhan kelompok.
Kelompok berorientasi kerja dalam konseling kelompok
menunjuk pada satu jenis kelompok yang mengurusi satu masalah spesifik untuk
dipecahkan atau satu tugas khusus yang akan dikerjakan. Pemikiran kelompok
menunjuk pada pemikiran kelompok, kecenderungan yang ada pada kelompok untuk
mengambil keputusan kompromi karena konformitas dan pendalaman pemikiran kritis
dalam kelompok atau dengan acuan lain suatu kesepakatan yang dicapai melalui
kekuatan persuasif internal kelompok. Pemikiran kelompok demikian merupakan
suatu cara berpikir yang tidak dikehendaki dalam konseling kelompok dalam mana
individu semestinya bertumbuh dan berfikir menurut kekhasan pribadi
masing-masing.
D. Tolak ukur seorang Konselor
Konselor merupakan orang yang memberikan bantuan
terhadap klien atau konseli yang memiliki sebuah masalah. Untuk dikatakan
sebagai konselor profesional di bidangnya makanya konselor harus memiliki
sejumlah kompetensi dan karakteristik pribadi khusus yang diperoleh melalui
pendidikan profesional; dengan kompetensi khususnya membantu orang (disebut
konseli atau klien) dalam mencapai perkembangan optimal; termasuk kompetensi
melakukan interviu dan diagnosis, dan implementasi strategi pengubahan.
Dasar-dasar kompetensi itu diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan khusus
dan berkembang dalam pengalaman praktik
Masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk
konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Standar
kualifikasi akademik dan kompetensi konselor dikembangkan dan dirumuskan atas
dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja
konselor. Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan
ahli bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap
empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli, dengan
selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan.
Ekspektasi kinerja konselor mencakup 3 hal diantaranya
adalah sebagai berikut
a.
setting layanan
Setting
layanan yang diampu oleh Konselor sebagai Pendidik
yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan,
adalah setting pendidikan khususnya pada jalur
pendidikan formal, yang juga mewadahi layanan Guru sebagai Pendidik, namun yang
menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan.
b.
wilayah layanan
Pelayanan
konselor yang memandrikan khususnya dalam jalur pendidikan formal yang tidak
menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan inilah yang dijadikan
fokus. Pembedaan wilayah layanan di antara guru dan konselor dalam jalur
pendidikan formal ini, tidak merupakan pemisahan, sebab demi pencapaian misi
sekolah dengan sebaik-baiknya, disyaratkan adanya keterhubungan di antara
pemangku layanan dalam ketiga wilayah layanan. Di Indonesia, kelompok Konselor
dan Pendidik Konselor telah menghimpun diri dalam suatu asosiasi profesi yang
mula-mula dinamakan Ikatan Petugas Bimbingan dan Konseling, dan kemudian
berubah nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling (ABKIN). Ada tiga wilayah
layanan konselor, yaitu layanan (a) administrasi dan manajemen, (b) kurikulum
dan pembelajaran, dan (c) bimbingan dan konseling. Konteks tugas konselor
berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan mengembangkan potensi dan
memandirikan konseli dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk
mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum.
Pelayanan dimaksud adalah pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor adalah
pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling, terutama dalam jalur
pendidikan formal dan nonformal
c.
Konteks tugas
Konteks
tugas konselor yang profesional
mencakup “wilayah layanan yang bertujuan memandirikan individu yang normal dan
sehat dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan
termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta
mempertahankan karier untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera,
serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum (the common good) melalui pendidikan” Konselor memang
diharapkan untuk berperan serta dalam bingkai layanan yang komplementer dengan
layanan guru, baik melalui penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling yang
memandirikan yang dilakukan dalam wilayah layanannya, maupun secara
bahu-membahu dengan guru dalam pengelolaan kegiatan ekstra kurikuler dalam
setting pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN
Hana Panggabean, 2007, http://rumahbelajarpsikologi.com