Sabtu, 31 Desember 2011

pendekatan konseling psikonalisis


Pendekatan Konseling Psikoanalisis

A. Konsep Dasar
Hakikat manusia
Freud berpendapat bahwa manusia berdasar pada sifat-sifat:
  • Anti rasionalisme
  • Mendasari tindakannya dengan motivasi yang tak sadar, konflik dan simbolisme.
  • Manusia secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan instingtif, sehingga perilaku merupakan fungsi yang di dalam ke arah dorongan tadi. Libido atau eros mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan, sebagai lawan lawan dari Thanatos
  • Semua kejadian psikis ditentukan oleh kejadian psikis sebelumnya.
  • Kesadaran merupakan suatu hal yang tidak biasa dan tidak merupakan proses mental yang berciri biasa.
  • Pendekatan ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga unsur, yaitu id, ego, dan super ego
B. Tujuan Konseling
  • Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri
  • Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, disikusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi lagi.
C. Deskripsi Proses Konseling
1. Fungsi konselor
  • Konselor berfungsi sebagai penafsir dan penganalisis
  • Konselor bersikap anonim, artinya konselor berusaha tak dikenal klien, dan bertindak sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya, sehingga klien dengan mudah dapat memantulkan perasaannya untuk dijadikan sebagai bahan analisis.
2. Langkah-langkah yang ditempuh :
  • Menciptakan hubungan kerja dengan klien
  • Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan melakukan transferensi.
  • Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya
  • Pengembangan reesitensi untuk pemahaman diri
  • Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.
  • Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.
  • Menutup wawancara konseling
D. Teknik Konseling
  • Asosiasi bebas, yaitu mengupayakan klien untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Tujuan teknik ini adalah agar klien mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalu. Hal ini disebut juga katarsis.
  • Analisis mimpi, klien diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi adalah karena pada waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesak pun muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini ditafsirkan sebagai jalan raya mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari.
  • Interpretasi, yaitu mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resitensi dan transferensi.
  • Analisis resistensi; resistensi berati penolakan, analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi). Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi
  • Analisis transferensi. Transferensi adalah mengalihkan, bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan ke konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar bisa terungkap tranferensi tersebut


Psikoanalisis

andi280882Posted by andi280882 at 09:12 AM on February 13, 2009

Psikonaliasis disebut-sebut sebagai kekuatan pertama dalam aliran psikologi. Aliran ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1890-an oleh Simund Freud, seorang ahli neurologi yang berhasil menemukan cara-cara pengobatan yang efektif bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan gejala neurotik dan histeria melalui teknik pengobatan eksperimental yang disebut abreaction, sebuah kombinasi antara teknik hipnotis dengan katarsis, yang dia pelajari dari senior sekaligus sahabatnya, Dr. Josef Breuer. Bersama-sama dengan Breuer, Freud menangani pasien-pasien dengan gangguan histeria yang menjadi bahan bagi tulisannya, :”Studies in Histeria”. Kerjasamanya dengan Jean Martin Charcot, dokter syaraf terkenal di Perancis, dia banyak menggali tentang gejala-gejala psikosomatik dari pasien-pasien yang mengalami gangguan seksual.
Freud berhasil mengembangkan teori kepribadian yang membagi struktur mind ke dalam tiga bagian yaitu : consciousness (alam sadar), preconsciousness (ambang sadar) dan unconsciousness (alam bawah sadar). Dari ketiga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam unsconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas. Freud mengembangkan konsep struktur mind tersebut dengan mengembangkan “mind apparatus”, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego. Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntuta moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif /pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam, seperti : identifikasi, proyeksi, fiksasi, agesi regresi, represi.
Pemikiran Psikoanalisis dari Freud semakin terus berkembang, Alfred Adler (1870-1937), sebagai pengikut Freud yang berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut dengan Individual Psychology. Konsep utama Adler adalah organ inferiority. Berangkat dari teorinya tentang adanya inferiority karena kekurangan fisik yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan bahwa perasaan inferior adalah universal. Setiap manusia pasti punya perasaan inferior karena kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas perasaan ini. Kompensasi ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun membentuk pertahanan yang memungkinkannya mengatasi kelemahan tersebut. Selanjutnya, Adler juga membahas tentang striving for superiority, yaitu dorongan untuk mengatasi inferiority dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya penggerak yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya striving for superiority menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah kesempurnaan. Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangan lebih optimis dan positif terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan dibandingkan Freud yang lebih berorientasi ke masa lalu.
Carl Gustav Jung (1875-1961), salah seorang murid Freud yang kemudian berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut Analytical Psychology. Jung menekankan pada aspek ketidakadaran dengan konsep utamanya, collective unconscious. Konsep ini sifatnya transpersonal, ada pada seluruh manusia. Hal ini dapat dibuktikan melalui struktur otak manusia yang tidak berubah. Collective unconscious terdiri dari jejak ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada masa pra-manusia. Misalnya, cinta pada orangtua, takut pada binatang buas,dan lain-lain. Collective unconscious ini menjadi dasar kepribadian manusia karena didalamnya terkandung nilai dan kebijaksanaan yang dianut manusia. Ide-ide yang diturunkan atau primordial images disebut sebagai archetype, yang terbentuk dari pengalaman yang berulang dalam kurun waktu yang lama. Ada beberapa archetype mendasar pada manusia, yaitu persona, anima, shadow, self. Archetype inilah yang menjadi isi collective unconsciousness. (Hana Panggabean, 2007, http://rumahbelajarpsikologi.com)
Hingga saat ini di Amerika Serikat tercatat sekitar 35 lembaga pelatihan Psikoanalisis yang telah terakreditasi oleh American Psychoanalytic Association dan terdapat lebih dari 3.000 lulusannya yang menjalankan praktik psikoanalisis. Pemikiran psikoanalisis tidak hanya berkembang di Amerika di hampir seluruh belahan Eropa dan belahan dunia lainnya.
Beberapa teori yang dihasilkan dari kalangan psikoanalisis, diantaranya : (1) teori konflik; (2) psikologi ego; (3) teori hubungan-hubungan objek; (4) teori struktural; dan sebagainya
Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, psikoanalisis merupakan salah satu aliran psikologi yang telah berhasil menguak sisi kehidupan manus                                                                                                         ia yang tidak bisa diamati secara inderawi. Psikoanalisis telah mengantarkan pelopornya, yaitu Sigmund Freud sebagai salah satu tokoh psikologi yang paling populer di Amerika pada abad ke-20.
Sumber:
Hana Panggabean, 2007, http://rumahbelajarpsikologi.com
Wikipedia. 2007. Psychoanalysis. http://en.wikipedia.org/

Teori Konseling Psikoanalisa

Teori Konseling Psikoanalisa
Psikoanalisa merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Tokoh utama psikoanalisa ialah Sigmund Freud.
Konsep pokok
Pada mulanya Freud mengembangkan teorinya tentang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa. Manusia pada hakekatnya bersifat biologis, dilahirkan dengan dorongan-dorongan instingtif, dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalam terhadap dorongan-dorongan tersebut. Manusia bersifat tidak rasional, tidak sosial, dan destruktif terhadap dirinya sendiri ddan orang lain. Menurut Freud teori kepribadian menyangkut 3 hal
1. Struktur kepribadian
Kepribadian terdiri dari 3 sistem
• Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem kepribadian yang asli.
• Ego adalah aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan dengan dunia kenyataan.
• Super ego adalah aspek sosiologis yang mencerminkan nilai-nilai tradisiona serta cita-cita masyarakt yang ada di dalam kepribadian individu.
2. Dinamika kepribadian
Terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu disitribusikan serta digunkan oleh id, ego, dan super ego.
3. Perkembangan kepribadian
Kepribadian individu menurutr Freud telah mulai terbentuk pada tahun-tahun pertama di masa kanak-kanak. Pada umur 5 tahun hampir seluruh struktur kepribadian telah terbentuk, pada tahun-tahun berikutnya hanya menghaluskan struktur dasar tersebut.
Proses Konseling
Tujuan konseling adalah membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar pada diri klien. Proses dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa, dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekontruksikan kepribadian.
Satu karakteristik konseling ini adalah bahwa terapi atau analisa bersikap anonim(tak dikenal) dan bertindak dengan sangat sedikit menunjukan perasaan dan pengalamanya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaanya kepada konselor. Konselor terutam berkenaan dengan membantu klien mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan berhubungan pribdi yang lebih efektif, dalam menghadapi kecemasan melaui cara-cara realistis. Pertamam-tama konselor harus membuat suatu hubungan kerjasama dengan klien dan kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan. Konselor memberikan perhatian kepada resistensi atau penolakan klien. Sementara klien berbicara, konselor mendengarkan dan memberikan penafsiran yang memadai fungsinya adalah pempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimapan dalam ketidaksadaran.
Teknin-Teknik Terapi
Asosiasi bebas
Teknik pokok dalam terapai psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan klien untuk menjernihkan pikiranya adari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadaranya. Yang pokok, adalah klien mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor.
Metode ini adalah metoda pengungkapan pangalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik dimasa lalu.
Interpretasi
Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisi mimpi, analisis resistensi dan analisis transparansi. Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis, penjelasan, dan mengajarkan klien tentang makna perilaku dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi.
Analisis mimpi
Merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan.
Analisis dan interpretasi resistensi
Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Interpretasi konselor terhadap resistensi ditujukan kepada bantuan klien untuk menyadari alasan timbulnya resistensi.
Analisis dan interpretasi transferensi
Transferensi (pemin dahan).transferensi muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya ataupun siapapun.

Sumber dan rujukan bacaan:
Untuk lebih lanjut dan lengkapnya tentang Teori-Teori Konseling silahkan baca dari buku :
Teori-Teori Konseling. Prof. Dr. H. Mohamad Surya. Penerbit Pustaka Bani Quraisy. Bandung.











KONSELING
DALAM PERSPEKTIF PSIKOANALISIS

A)Pendahuluan
PsicoanƔlisis merupakan salah satu mazhab psikologi yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud sebagai tokoh utama yang mengembangkan teori ini. Psikoanalisis merupakan statu pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaran memainkan peran central. Psikoanalisis ditemukan dalam usaha untuk menyembuhkan pasien-pasien histeria. Baru kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan teoritis dari penemuannya di bidang praktis. Dari hasil penelitian yang dilakukannya kemudian lahir asumsi-asumsi tentang perilaku manusia.
Seiring dengan perjalanan waktu, teori-teori yang dikembangkan oleh Freud tersebut memiliki relevansi dengan proses konseling. Dimanakah relevansi tersebut? Lalu apa dan bagaimanakah sebenarnya konseling dalam pandangan psikoanalisis? Untuk lebih jelasnya kita akan mengkajinya bersama dalam makalah ini.

B)Teori Kepribadian
Freud mengembangkan sejumlah teori kepribadian yang teori-teori tersebut memiliki relvansi dengan proses konseling psikoanalisis, diantara teori-tersebut adalah:
Topografi Kepribadian
Teori ini menjelaskan tentang kepribadian manusia yang terdiri dari sub-subsistem, bagi pencetus teori ini (Freud) kepribadian itu berhubungan dengan alam kesadaran (awareness). Alam keasdaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu:
Alam Sadar (conscious/Cs) adalah bagian kesadaran yang memiliki fungsi mengingat, menyadari dan merasakan sesuatu secara sadar. Alam sadar ini memiliki ruang yang terbatas dan saat individu menyadari berbagai rangsangan yang ada di sekitar kita.
Alam Prasadar (preconcious/Pcs) adalah bagian kesadaran yang menyimpan ide, ingatan dan perasaan yang berfungsi untuk mengantarakan ide, ingatan, perasaan tersebut kealam sadar jika kita berusaha mengingatkanya kembali. Alam prasadar bukan bagian dari alam sadar, melainkan bagian lain yang biasanya membutuhkan waktu beberapa saat untuk menyadari sesuatu.
Alam Bawah Sadar (unconscious/Ucs) adalah bagian dari dunia keasadran yang terbesardan sebagai bagian terpenting dari strukutur psikis, karena segenap pikiran dan perasaan yang dialami sepanjang hidup individu yang tidak dapat disadari lagi akan tersimpan di dalamnya. Perilaku manusia sebagian besar didorang oleh perasaan dan pikiran yang tersimpan di dalam unconscious ini.
Struktur Kepribadian
Menurut freud bahwa kepribadian manusia tersusun secara stuktural. Freud berpendapat bahwa dalam dunia kesadaran (awareness) individu terdapat subsistem struktur kepribadian yang berinteraksi secara dinamis, diantara subsistem tersebut adalah id: komponen biologis, ego: komponen psikologis dan superego komponen sosial, berikut penjelasanya:
Id, adalah subsistem yang asli atau orisinil yang dimiliki oleh individu ketika lahir, yang mana biasanya id ini disebut sebagai subsistem keperibadian yang primitif. Id ini lebih dihubungkan dengan faktor biologis dan hereditas. Menurut Freud prinsip kerja id adalah prinsip kesenangan dan menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan. Id bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh asa kesenangan. Letak id, di alam bawah sadar dan secara langsung berpengaruh terhadap perilaku seseorang tanpa disadari.
Super ego, merupakan lawan id. Superego merupakan subsistem kepribadian yang dikembangkan dari kebudayaan dan nilai-nilai sosial, super ego mengurusi tentang tindakan itu benar atau tindakan itu salah, superego bukan dari faktor biologis. Superego terbentuk dari adanya interaksi dengan orang tua dan masyarakat. Superego berisikan “kode moral” yang selalu menentang kehendak id. Superego merupakan kata hati individu sehingga menjadi kontrol dalam (internal-control) individu.
Super ego berada pada alam sadar dan dapat pula pada alam pra sadar. Super ego ini terbentuk sejak usia kanak-kanak dan terus berkembang hingga dewasa.
Ego merupakan bagian subsistem yang tidak diperoleh sejak saat lahir, tetapi dipelajari sepanjang berinteraksi dengan ligkungannya. Ego juga sebagai mediator antara dorongan-dorongan biologis yang datang dari id dan tuntutan superego atau hati nurani yang terbentuk dari orang tua, budaya dan tradisi. Tugas ego adalah mengendalikan organisme untuk berrtindak yang sesuai dengan dunia luar. Cara kerja dari ego adalah menganut prinsip realitas (reality principles) yang mengendalikan tuntutan instinktif dan pertimbangan kode moral.
Perkembangan Kepribadian
Teori genitik, yaitu penjelasan tentang asal dan perkembangan fenomena psikis. Dalam perkembangan kepribadian berkembang melalui beberapa tahap fase, diantaranya adalah sebagai berikut;
Fase oral, terjadi pada saat lahir hingga berusia akhir tahun pertama. Pada fase ini Anak berkembang berdasakan pengalaman kenikmatan erotik pada daerah mulut. Kepuasan anak melalui tindakan mengisap akan mempengaruhi kehidupan dimasa dewasanya.
Fase anal, terjadi pada saat usia dua sampai pada akhir tahun ketiga. Pada perkembangan ini kepuasan anak berpusat pada kenikmatan pada daerah anus. Pada fase ini sudah belajar mengendalikan buang air, juga belajar menerima perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan serta berpengalaman memperoleh reaksi-reaksi dari orang tua dalam pengendalian buang air.
Fase falik, pada saat usia empat hingga lima tahun. Pusat kenikmatan berpusat pada alat kelamin yaitu penis pada anak laki-laki dan klitoris pada anak perempuan. Pada fase ini sudah mulai mengidentifikasikan model-model yang memadai bagi identifikasi peran seksualnya, dan proses identifikasi terhadap figur sejenis pada fase ini sangat penting. Pada fase terjadi oedipus compleks, dimana anak laki-laki akan menyukai ibunya dan anak perempuan akan menyukai ayahnya.
Fase laten (pregenital), fase ini terjadi pada usia lima atau enam hingga pubertas. Pada fase ini terjadi perhentian perkembangan, anak akan menjalankan tugas-tugas belajar. Walaupun instink seksual direpres sepanjang masa ini, daya ingat terhadap seksualitas sepanjang masa-masa sebelumnya masih ada dan akan mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.
Fase genital, terjadi saat pubertas dan ditandai dengan prilaku yang non-narsistik. Mereka mulai tertarik pada lawan jenis, bersosialisasi dan beraktivitas kelompok, perkawinan dan membangun keluarga, menjalin hubungan kerja. Pada fase ini mereka akan memfokuskan pada hubungan dengan orang lain.
Dinamika kepribadian
Manusia memiliki kebutuhan yang mendorong pada suatu tindakan atau menghambat tindakan tersebut. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut terdapat dinamika yang berbentuk interaksi antara kekuatan-kekuatan psikis yang ada pada diri manusia, yaitu instink dan pertahanan. (Prochaska, 1984).
Pada prinsipnya manusia memiliki instink untuk mempertahankan dirinya. Instink ini menjadi sumber energi psikis dalam mengarahkan tindakannya memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Namun semua kebutuhan dan keinginan tidak semuanya terpenuhi, namun sering ada hambatan dalam pemenuhannya. Penghambat keinginan dan kebutuhan tersebut adalah “kode moral” yang bertugas mengendalikan dorongan-dorongan tersebut.
Dalam proses pemenuhan kebutuahan akan muncul kecemasan pada individu, yaitu perasaan kekhawatiran yang muncul karena keinginan dan tuntutan internal tidak dapat terpenuhi dengan sebaiknya.
Freud mengemukakan ada tiga kecemasan dalam individu, yaitu:
Kecemasan realitas (reality anxiaty) merupakan kecemasan individu akibat dari ketakuatan menghadapi realitas sekitarnya.
Kecemasan neurotik (neurotic anxiety), merupakan karena khawatir tidak mampu mengatasi atau menekan keinginan-keinginan primitif.
Kecemasan moral (moral anxiety) merupakan kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh nilai-nilai yang ada pada hati nuraninya.
Pada dasarnya setiap individu memiliki kecenderungan untuk selalu menghindari segala bentuk kecemasannya. Yaitu ketika keinginan tidak dapat diterima oleh masyarakat. Cara individu menghindari kecemasan itu biasanya dilakukan mekanisme pertahanan diri (ego defense mechanism).


Diantara bentuk mekanisme pertahan diri tersebut adalah:
Distorsi, merupakan pertahanan yang dilakukan dengan melakukan penyangkalan terhadap kenyatan hidup individu dengan tujuan untuk menghindari kecemasannya.
Proyeksi, merupakan upaya menyalahkan orang lain atas kesalahan dirinya sendiri atau melemparkan keinginannya sendiri yang tidak baik kepada orang lain.
Regresi, merupakan mundurnya fase perkembangan individu kesebelumnya yang dipandang tidak terlalu berat tuntutannya.
Rasionalisasi, membuat-buat alasan yang tampak masuk akal guna membenarkan tindakannya yang salah atau meminimalkan konsekwensi kejiwaan yang didapatkan akibat dari kesalahannya. Sehingga apa yang dialaminya dapat diterima oleh orang lain dan terhindar dari rasa cemasnya.
Sublimasi, yaitu mengganti dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima secara sosial kebentuk yang dapat diterima secara sosial.
Salah sasaran atau displacement yaitu menggantikan perasaan bermusuhan atau agresivitas dari sumber-sumber aslinya ke orang atau objek lain yang biasanya kurang penting.
Identifikasi, yaitu menambah rasa harga diri dengan menyamakan dirinya dengan orang lain yang mempunyai nama atau yang sudah terkenal.
Kompensasi, yaitu menutupi kelmahan dengan jalan memuaskan atau menunjukkan sifat tertentu secara berlebihan karena frustrasi dalam bidang lain.

C)Hakekat Manusia
Berangkat dari teori yang dikembangkan Freud, prinsip-prinsip psikoanalisis tentang hakekat manusia didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut:
1.Perilaku pada masa dewasa berakar pada pengalaman masa kanak-kanak.
2.Sebagaian besar perilaku terintegrasi melalui proses mental yang tidak disadari.
3.Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan yang sudah diperoleh sejak lahir, terutama kecenderungan mengembangkan diri melalui dorongan libido dan agresifitasnya.
4.Secara umum perilaku manusia bertujuan dan mengarah pada tujuan untuk meredakan ketegangan, menolak kesakitan dan mencari kenikmatan.
5.Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada perilaku neurosis.
6.Pembentukan simpton merupakan bentuk defensive.
7.Pengalaman tunggal hanya dipahami dengan melihat keseluruhan pengalaman seseorang. Masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang adalah saling berhubungan dalam satu kesatuan apa yang terjadi pada seseorang pada saat ini dihubungkan pada sebab-sebab dimasa lampaunya dan memotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan dimasa yang akan datang.
8.Latihan pengalaman dimasa kanak-kanak berpengaruh penting pada perilaku masa dewasa dan diulangi pada transferensi selama proses perilaku.
Pandangan psikoanalisis ini memberi implikasi yang sangat luas terhadap koseling dan psikoterapi, khususnya dalam aspek tujuan yang hendak dicapai serta prosedur yang dapat dikembangkan.

D) Perilaku Bermasalah
Mekanisme pertahanan diri merupakan jalan pintas individu mengatasi kecemasannya. Mekanisme pertahanan diri bukan jalan penyelesaian yang tepat terhadap masalah yang dihadapi. Mekanisme pertahanan diri dilakukan oleh individu, tapi jika telah menjadi kecenderungan individu setiap mengalami masalah atau kegagalan memenuhi keinginananya dan selalu puas dengan cara ini maka kan menjadi dan merupakan perilaku yang salah dalam penyesuaian diri yang dalam jangka panjang dapat membentuk perilaku abnormal.
Dalam psikoanalisis klasik ada dua factor yang menyebabkan perilaku abnormal, yaitu; pertama, dinamika yang tidak efektif antara id, superego dan ego. Kedua, diperoleh melalui proses melalui sejak kecil.
Dinamika yang tidak efektif antara id, ego dan superego ditandai oleh ketidakmampuan ego mengendalikan keinginan-keinginan dan tuntutan moral. Ketidakmampuan pengendalian ini dimungkinkan dalam bentuk ego selalu mengikuti dorongan-dorongannya dan mengabaikan tuntutan moral, atau sebaliknya ego selalu mempertahankan kata hatinya tanpa menyalurkan keinginan atau kebutuhan. Ketidakseimbangan ini menimbulkan perilaku yang salah.
Sedangkan yang kedua bahwa sepanjang hidup individu pada dasarnya terjadi proses dinamika id, ego dan superego. Dalam pandangan Freud, pengalaman masa kanak-kanak sangat mempengaruhi pola kehidupan hingga dewasa. Jika sejak masa kanak-kanak selalu menekan pengalaman-pengalamannya dan dimasukkan ke dalam alam bawah sadar maka pada suatu saat pengalaman itu akan dimunculkan ke alam sadar. Saat itulah penyesuaian yang salah dapat muncul pada individu.
Jika individu dapat menyalurkan keinginan-keinginannya secara wajar, yaitu yang masih dalam pengendalian ego yang rasional dan sesuai dengan realitasnya, maka gangguan tidak terjadi, anak akan menjadi sehat.

E)Tujuan Konseling Pada Aliran Psikoanalisis
Adanya konseling dalam aliran psikoanalisis sebenarnya bertujuan untuk membentuk kembali struktur kepribadian individu melalui cara mengembalikan hal yang tidak disadari menjadi sadar kembali. Ini dititikberatkan pada usaha seorang konselor agar klien dapat menghayati, memahami dan mengenal pengalaman-pengalaman masa kecilnya, terutama pada umur 2-5 tahun. Selanjutnya segala pengalaman itu ditata, didiskusikan, dianalisis dan ditafsirkan dengan maksud agar kepribadian dari klien tersebut bisa direkonstruksi kembali.
Maka yang lebih ditekankan pada konsesling ini adalah pada aspek afektif sebagai pokok pangkal munculnya ketaksadaran manusia. Dalam hal ini, kognitif tetaplah diperhatikan, akan tetapi tidak sepenting aspek afektif.
Tujuan-tujuan konseling secara spesifik :
Membawa klien dari dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) yang mengakibatkan kecemasan kearah perkembangan kesadaran intelektual.
Menghidupkan kembali masa lalu klien dengan menembus konflik yang direpres.
Memberikan kesempatan pada klien untuk menghadapi situasi yang selama ini gagal diatasinya.

F)Hubungan Konseling
Menurut Prochaska (1984), bahwa dalam konseling psikoanalisis terdapat dua bagian hubungan klien dengan konselor. Yaitu aliansi (working alince) dan transferensi (transfernce), yang dalam konseling keduanya memiliki fungsi yang berbeda.
Bordin menyatakan bahwa sikap aliansi sebagai satu bentuk kerjasama antara klien dengan konselor didasarkan atas kesepakatan mereka atas tujuan-tujuan dan tugas-tuigas konseling dan atasa perkembangan keterikatanya (Kivlighan & Shaughnessy,1995).
Aliansi terjadi pada awal hubungan konselor dengan klien, bersifat relatif rasional, realistik, dan tidak neurotis. Aliansi merupakan prakondisi untuk terjadinya keberhasilan konselor, sejak sikap rasional diberikan oleh klien untuk bekerjasama dengan konselor. Setelah keadaan ini terjadi maka dimugkinkan keberhasialan konselor dalam hal ini sangat.
Transferensi merupakan pengalihan segenap pengalaman masa lalunya terhadap orang-orang yang menguasainya yang ditunjukan kepada konselor. Dalam psikoanalisis transferensi merupakan bagian penting yang perlu dianalisis, yaitu dalam hal membantu klien dalam membedakan antara khayalan dengan realitas tentang orang-orang yang telah menguasainya (Significant Others). Transferensi membantu klien dalam memahami tentang bagaimana dirinya telah salah dalam menerima, menginterpretasikan, dan merespon pengalamannya pada saat ini dalam kaitannya dengan masa lalunya (Gilliland dkk., 1984).

G)Tahapan Konseling
Tahapan-tahapan atau proses konseling dapat diurutkan secara sistematis berdasarkan fase-fase konseling. Tahapan-tahapannya adalah :
1.Membina hubungan konseling yang terjadi pada tahap awal konseling.
2.Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan pendapat dan melakukan transferensi.
3.Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya.
4.Pengembangan resistensi untuk pemahaman diri.
5.Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor. Transferensi adalah apabila klien menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu yang berhubungan dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan, yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan kepada konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor.
6.Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.
7.Menutup wawancara konseling.

H)Teknik Konseling
Dalam konseling psikoanalisis, kita dapat mengetahui lima teknik dasar, diantaranya :
1.Asosiasi bebas.
Pada teknik ini, klien diupayakan agar dapat menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang ini, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Klien memperoleh pengetahuan dan dapat mengevaluasi diri sendiri. Teknik ini bertujuan untuk mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi- emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lampau, atau biasa juga disebut dengan katarsis.
2.Interpretasi.
Teknik ini digunakan oleh konselor untuk menganalisis asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Pada teknik ini, konselor menetapkan, menjelaskan (penjelasan makna), dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasi dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan transferensi klien. Tujuannya ialah agar ego klien dapat mencerna materi baru dan mempercepat proses penyadaran.
Rambu-rambu interpretasi:
Interpretasi disajikan pada saat gejala yang diinterpretasikan berhubungan erat dengan hal-hal yang disadari klien.
Interpretasi dimulai dari permukaan menuju hal-hal yang dalam (dialami oleh situasi emosional klien).
Menetapkan resistensi atau pertahanan sebelum menginterpretasikan emosi atau konflik.
3.Analisis mimpi.
Teknik ini digunakan untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan memberi kesempatan klien untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan. Mimpi terjadi karena pada waktu pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesakpun muncuk ke permukaan. Freud menafsirkan mimpi sebagai jalan raya terhadap keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari yang diekspresikan.
4.Analisis resistensi.
Untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya resistensi, maka teknik inilah yang digunakan. Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi.
Resistensi :
Perilaku untuk mempertahankan kecemasan
Menghambat pengungkapan pengalaman tak disadari
Menghambat jalannya/proses konseling
Teknik ini membantu klien agar menyadari alasan dibalik resistensinya, dan bisa dihilangkan.
5.Analisis transferensi
Disini konselor mengusahakan agar klien mengembangkan transferensinya agar terungkap neurosisnya, terutama pada usia selama lima tahun pertama dalam hidupnya. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim dan pasif agar terungkap transferensi tersebut. Teknik ini mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam konseling. Analisis transferensi bertujuan agar klien memperoleh pemahaman atas pengalaman tak sadar dan pengaruh masa lampau terhadap kehidupan sekarang. Selain itu juga memungkinkan klien menembus konflik masa lampau yang dipertahankan hingga sekarang dan menghambat perkembangan emosinya.

I)Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, konseling menurut psikoanalisis sebenarnya bertujuan untuk membentuk kembali struktur kepribadian indivisu melalui cara mengembalikan hal yang tidak disadari menjadi sadar kembali. Ini dititikberatkan pada usaha seorang konselor agar klien dapat menghayati, memahami dan mengenal pengalaman-pengalaman masa kecilnya, terutama pada umur 2-5 tahun. Selanjutnya segala pengalaman itu ditata, didiskusikan, dianalisis dan ditafsirkan dengan maksud agar kepribadian dari klien tersebut bisa direkonstruksi kembali.
Yang mana konseling dalam pandangan psikoanalisis memiliki tujuan untuk membawa klien dari ketidaksadaran yang mengakibatkan kecemasan kearah perkembangan kesadaran intelektual, selain itu bertujuan untuk menghidupkan kembali masa lalu yang pernah terjadi pada klien dengan menembus konflik yang sudah lama direpres, dan berusaha memberikan kesempatan pada klien untuk menghadapi situasi yang selama ini gagal diatasinya.
Akan tetapi ada beberapa keterbatasan yang terdapat dalam konseling pendekatan psikoanalisa, antara lain:
1.Pandangan yang terlalu determistik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan.
2.Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap kehidupan seolah-olah ditentukan oleh masa lalu.
Hal ini memberikan gambaran seolah-olah tanggung jawab individu berkurang.
3.Cenderung meminimalkan rasionalitas.
4.Data penelitian empiris kurang banyak mendukung sistem dan konsep psikoanalisis, seperti konsep tentang energi psikis yang menentukan tingkah laku manusia.

Daftar Pustaka
Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek. Alfabeta. Bandung. 2007.
Latipun. Psikologi Konseling. UMM Press. Malang. 2006.
Baraja, Abubakar. Psikologi Konseling Dan Teknik Konseling. Studia Press. Jakarta Timur. 2006
Bertens. K. Psikoanalisis Sigmund Freud. Gramedia pustaka Utama. Jakarta. 2006.




Landasan Bimbingan dan Konseling
25 February 2009 :  :  One Comment
Landasan Bimbingan dan Konseling
pendidikan adalah kunci berkesinambungannya peradaban manusia. perhatian yang penuh terhadap peningkatan mutu pendidikan akan berefek pula terhadap semakin tingginya peradaban manusia. artikel pendidikan yang disajikan dibawah ini ingin sedikit mengupas beberapa sisi pendidikan, karakter pendidikan, metode pendidikan, tujuan pendidikan, metode pembelajaran, tips-tips belajar, pengembangan pendidikan, kurikulum pendidikan, serta beberapa kejadian seputar pendidikan.
selamat membaca!

artikel pendidikan yang kami sajikan kali ini membahas mengenai:
Landasan Bimbingan dan Konseling
kami juga menyajikan berbagai artikel makalah dan berbagai tulisan dengan tema yang berbeda selamat membaca.

Landasan Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien). .
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya..
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.
B. Landasan Bimbingan dan Konseling
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut :
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
* Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
* Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
* Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
* Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
* Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
* Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
* Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
* Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
* Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.

Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
* Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
* Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
* Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
* Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
* Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
* Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan konseling harus dibangun di atas landasan yang kokoh.
Landasan bimbingan dan konseling yang kokoh merupakan tumpuan untuk terciptanya layanan bimbingan dan konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.
Landasan bimbingan dan konseling meliputi : (a) landasan filosofis, (b) landasan psikologis; (c) landasan sosial-budaya; dan (d) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Landasan filosofis terutama berkenaan dengan upaya memahami hakikat manusia, dikaitkan dengan proses layanan bimbingan dan konseling.
Landasan psikologis berhubungan dengan pemahaman tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling, meliputi : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan; (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (d) kepribadian.
Landasan sosial budaya berkenaan dengan aspek sosial-budaya sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu, yang perlu dipertimbangakan dalam layanan bimbingan dan konseling, termasuk di dalamnya mempertimbangkan tentang keragaman budaya.
Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling sebagai kegiatan ilimiah, yang harus senantiasa mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat.
Layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, di samping berlandaskan pada keempat aspek tersebut di atas, kiranya perlu memperhatikan pula landasan pedagodis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Sumber Bacaan :
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York : McMillan Publishing.
Gerlald Corey. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terj. E. Koswara), Bandung : Refika
Gerungan 1964. Psikologi Sosial. Bandung : PT ErescoH.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New Yuork : McGraw-Hill Book Company
Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB - IKIP Bandung
.———-2006. Profesionalisme Konselor dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (makalah). Majalengka : Sanggar BK SMP, SMA dan SMK
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas
.———-, dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta
.——–2003. Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta
Sarlito Wirawan.2005. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : Raja Grafindo
Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali.
Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
semoga artikel pendidikan kali ini semakin menambah khasanah ilmu bagi para pembaca sekalian, selamat mencoba!!















Konseling Psikologi Individual (Alfred Adler)
PDF
Cetak
E-mail

Ditulis Oleh Ifdil Dahlani   
  •  Hakekat Manusia
Adler berpendapat bahwa manusia pertama-tama dimotivasikan oleh dorongan-dorongan sosial. Menurut Adler manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial. mereka menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam kegiatan-kegiatan kerja sama sosial, menempatkan kesejahteraan sosial diatas kepentingan diri sendiri dan mengembangkan gaya hidup yang mengutamakan orientasi sosial. Calvin S. Hall dan Gardner dalam A. Supratiknya (1993:241)
Manusia tidak semata-mata bertujuan untuk memuaskan dorongan-dorongannya, tetapi secara jelas juga termotivasi untuk melaksanakan:
a. Tanggung jawab sosial
b. Pemenuhan kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
  • Perkembangan Kepribadian
·Struktur kepribadian
1)Dasar kepribadian terbentuk pada usia empat sampai dengan lima tahun.
2)Pada awalnya manusia dilahirkan Feeling Of Inferiority (FOI) yang selanjutnya menjadi dorongan bagi perjuangannya kearah Feeling Of Superiority (FOS).
3)Anak-anak menghadapi lingkungannya dengan kemampuan dasarnya dan menginterpretasikan lingkungan itu.
4)Dalam pada itu sosial interest-nya pun berkembang
5)Selanjutnya terbentuk Life Style (LS) yang unik untuk masing-masing individu (human individuality) yang bersifat :
(a)Self-deterministik.
(b)Teleologis.
(c)Holistik.
6)Sekali terbentuk Life Style (LS) sukar untuk berubah. Perubahan akan membawa kepedihan. Prayitno (1998:51).
·Kepribadian yang normal (sehat).
Freud memandang komponen kehidupan yang normal/sehat adalah kemampuan “mencintai dan berkarya”, namum bagi Adler masalah hidup selalu bersifat sosial. Fungsi hidup sehat bukan hanya mencintai dan berkarya, tetapi juga merasakan kebersamaan dengan orang lain dan memperdulikan kesejahteraan mereka. Motivasi dimotivasi oleh dorongan sosial, bukan dorongan seksual. Cara orang memuaskan kebutuhan seksual ditentukan dengan oleh gaya hidupnya.
Dorongan sosial adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, meskipun kekhususan hubungan dengan orang dan pranata sosial ditentukan oleh pengalaman bergaul dengan masyarakat. Rincian pokok teori Adler mengenai kepribadian yang norma/sehat adalah sebagai berikut:
1)Satu-satunya kekuatan dinamik yang melatarbelakangi aktivitas manusia adalah perjuangan untuk sukses atau menjadi superior.
2)Persepsi subjektif individu membentuk tingkah laku dan kepribadian
3)Semua fenomena psikologis disatukan didalam diri individu dalam bentuk self.
4)Manfaat dari aktivitas manusiaharus dilihat dari sudut pandang interes sosial
5)Semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup dari self.
6)Gaya hidup dikembangkan melalui kreatif individu. Alwisol (2006:78)
·Kepribadian yang menyimpang (TLSS)
Sebab utama TLSS adalah perasaan FOI yang amat sangat yang ditimbulkan oleh:
1)Cacat mental atau fisik
2)Penganiayaan oleh orang tua
3)Penelantaran.
Apabila ketiga hal diatas dibesar-besarkan maka FOI akan semakin berkembang. TLSS adalah hasil dari pengaruh lingkungan, yang pada umumnya berawal dari tingkah laku orang tua sewaktu masih kanak-kanak. Apabila pada diri individu berkembang situasi tegang karena memuncaknya perasaan FOI, maka TLSS mulai berkembang:
2)Upaya mengejar superioritas yang berlebihan.
(a)terlalu keras, hingga menjadi kaku (rigid).
(b)Perfeksionistik tidak wajar.
3)Sosial interes terganggu.
(a)Hubungan sosial tidak mengenakkan.
(b)Mengisolasi diri (selfish). Prayitno (1998:52).
  • Tujuan Konseling
Tujuan konseling adalah membantu klien menstrukturkan kembali masalahnya dan menyadari life style (LS) serta mengurangi penilaian yang bersifat negatif terhadap dirinya serta perasaan-perasaan inferioritasnya. Kemudian membantu dan dalam mengoreksi persepsinya terhadap lingkungan, agar klien bisa mengarahkan tingkah laku serta mengembangkan kembali minat sosialnya. Hal ini dilakukan bertujuan membentuk gaya hidupnya yang lebih efektif. Prayitno (1998:52).
  • Proses dan Teknik Konseling
Proses konseling diarahkan oleh konselor untuk mendapatkan informasi-informasi berkaitan dengan masa sekarang dan masa lalu sejak klien berusia kanak-kanak. Mulai dari mengingat komponen-komponen dalam keluarga, keanehan-keanehan prilaku yang terjadi didalam keluarga, sampai hal yang spesifik. Hal ini sangat membantu konselor dalam menghimpun informasi serta menggali feeling of inferiority (FOI) klien..Teknik yang digunakan oleh konselor adalah membangun hubungan yang baik dengan klien. Prayitno (1998:52)
  • Kharakteristik konselor
(a)Untuk itu diperlukan keterampilan berkomunikasi dengan baik
(b)3 M dan Objektif
  • Contohnya
Klien yang mengalami kekurangan/kelebihan salah satu organ tubuh. Misalnya; jari tangan kanan berjumlah tujuh. Hal ini mengakibatkan klien merasa rendah diri, dan merasa dirinya aneh jika dibandingkan dengan teman-teman dilingkungannya.
Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar